Halaman

Selasa, 03 Februari 2015

Tugas aplikom

1. Jelaskan pengertian dari internet?
2. Bagaimana cara masuk di web?
3. Sebutkan salah satu contoh dari web?

Sabtu, 25 Januari 2014

Makalah KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI MALUKU






MAKALAH
KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI MALUKU






Disusun oleh :
Jafar Kalosa
NPM :
2012 12 059




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
2014



Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kiat Pendidikan Matematika di Maluku”.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Tulehu, 26 Januari 2014

Penyusun


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
            1.1. Perkembangan Matematika
            1.2. Keterbatasan Matematika
            1.3. Manusia sebagai Wahana Pendidikan

BAB II Hakikat Matematika
2.1. Definisi Matematika
2.2. Karakterisrik Matematika
2.3. Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika

BAB III Matematika Sekolah
3.1. Definisi Matematika Sekolah
3.2. Tujuan Pendidikan Mateamtika
3.3.Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan Symbol
      Sense

BAB IV Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika
4.1. Arah pembelajaran dan pengembangan Peserta Didik
4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya.

BAB V Kiat Guru Matematika
5.1. Melihat Masa Depan
5.2. Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
5.3. Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik

BAB VI Tantangan Pendidikan Guru
6.1. Matematikawan dan Pendidikan Matematika
6.2. Pendidikan Guru Matematika

BAB VII Tantangan Pendidikan Guru Matematika di Maluku
7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku
7.2. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik
DAFTAR PUSTAKA






BAB I PENDAHULUAN

1.1.Perkembangan Matematika
            Perkembangan matematika ini sangat berkaitan pada sejarah matematika itu sendiri. Perkembangan ini dimulai dari perkembangan matematika sebelum abad 15-16, perkembangan matematika abad 15-16, perkembangan matematika setelah abad 15-16.

     Perkembangan matematika sebelum abad 15-16
1)   Matematika Prasejarah (Prehistoric Mathematics)
Asal usul pemikiran matematika terletak pada konsep angka, besar, dan bentuk. Konsep angka juga telah berevolusi secara bertahap dari waktu ke waktu. Seperti halnya pada zaman purba, berabad-abad sebelum Masehi, manusia telah mempunyai kesadaran akan bentuk-bentuk benda di sekitarnya yang berbeda. Seperti batu berbeda dengan kayu, pohon yang satu berbeda dengan pohon yang lain. Kesadaran seperti ini yang menjadi bibit lahirnya matematika terutama pada geometri. Itulah sebabnya geometri dianggap sebagai bagian matematika yang tertua.

2)   Timut Dekat Kuno (Ancient Near East)

Mesopotamia (Matematika Babylonia)
Matematika babylonia telah mengembangkan matematika dengan menuliskan tabel perkalian pada tablet tanah liat, menangani latihan geometri, masalah pembagian serta mencakup topik mengenai pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan perhitungan pasangan berbalik nilai. Pada masa ini telah ditulis sistem angka sexagesimal (basis-60). Dari sini berasal penggunaan modern dari 60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat dalam lingkaran, serta penggunaan detik dan menit dari busur untuk menunjukkan pecahan derajat.

   Mesir (Matematika Mesir)
Teks matematika yang paling luas adalah papirus Rhind (Papyrus Ahmes) yang berisi tentang uraian belajar aritmatika, geometri, teori bilangan, dan persamaan linier.[1][3]
 Yunani  (Matematika Yunani dan Helenistik)
Matematikawan Yunani menggunakan logika untuk mendapatkan kesimpulan dari defenisi dan aksioma dan digunakan ketelitian matematika untuk bukti mereka. Thales dari Miletus adalah matematikawan pertama yang menerapkan penalaran deduktif pada geometri.

  India (Matematika India)
Cataan tertua matematikawan India seperti The Sulba Sutra berisi lampiran teks-teks agama yang memberikan aturan sederhana untuk membangun altar berbagai bentuk, seperti kotak, persegi panjang, dan lain-lain. lampiran ini juga memberi metode untuk membuat lingkaran dengan memberikan persegi yang luasnya sama. Sedangkan catatan The Siddhanta Surya memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan sinus invers, dan meletakkan aturan untuk menentukan gerakan yang sebenarnya posisi benda-benda langit. Madhava dari Sangamagrama menemukan seri Madhava-Leibniz dan menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.

   Matematika Islam (Abad Pertengahan)
Matematikawan Persia, Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi sering disebut "bapak aljabar" menulis beberapa buku metode untuk memecahkan persamaan aljabar. Perkembangan lebih lanjut dalam aljabar dibuat oleh Al-Karaji dengan memperluas metodologi untuk menggabungkan kekuatan dan akar integer-integer dari jumlah yang tidak diketahui.
Sedangkan Omar Khayyam menulis Discussions of the Difficulties in Euclid, sebuah buku tentang kelemahan dalam Euclid's Elements, terutama postulat paralel dan meletakkan dasar untuk geometri analitik dan geometri non-Euclidean. Sharaf al-Din al-Tusi memperkenalkan konsep fungsi dan dia adalah orang pertama yang menemukan turunan dari polinomial pangkat tiga yang dikembangkan dari konsep kalkulus diferensial.

3)   Matematika Eropa Abad Pertengahan (Medieval European Mathematics)

  Abad Pertengahan Awal (Early Middle Ages)
Pada masa ini, Boethius seorang matematikawan memasukkan matematika ke dalam kurikulum ketika menciptakan quadrivium istilah untuk menggambarkan studi aritmatika, geometri, astronomi, dan musik.

  Kebangkitan Kembali (Rebirth)
Semenjak buku Khawarizmi The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing diterjemahkan dan teks lengkap Euclid's Elements. Berdampak dengan banyaknya pembaruan dalam matematika. Seperti halnya Fibonacci yang menulis dalam Abaci Liber.

Perkembangan matematika abad 15-16
Perkembangan matematika hampir berhenti antara abad keempat belas dan paruh pertama abad kelima belas. Karena banyak faktor-faktor sosial menyebabkan situasi ini. Namun pada awal pertengahan abad kelima belas terjadi perubahan secara bertahap.
   Perkembangan matematika setelah abad 15-16

Pada abad ke-17, Simon Stevin menciptakan dasar notasi desimal modern yang mampu menggambarkan semua nomor, baik rasional atau tidak rasional. Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman, mengembangkan kalkulus dan banyak dari notasi kalkulus masih digunakan sampai sekarang.
matematika yang paling berpengaruh pada abad ke-18 adalah Leonhard Euler. Kontribusinya berupa pendirian studi tentang teori graph dengan Tujuh tangga dari masalah Königsberg untuk standardisasi banyak istilah matematika modern dan notasi serta mempopulerkan penggunaan π sebagai rasio keliling lingkaran terhadap diameternya. Selanjutnya Joseph Louis Lagrange banyak memiliki karya pada matematika, seperti teori bilangan, aljabar, kalkulus diferensial dan kalkulus variasi
Pada abad ke-19, banyak matematikawan yang mengkaji berbagai bidang pada matematika. Seperti Hermann Grassmann di Jerman memberikan versi pertama ruang vector, William Rowan Hamilton di Irlandia mengembangkan aljabar noncommutative, George Boole di Inggris merancang aljabar yang sekarang disebut aljabar Boolean yang  menjadi titik awal dari logika matematika dan memiliki aplikasi penting dalam ilmu komputer, dan Georg Cantor mendirikan dasar pertama dari teori himpunan.
Salah satu tokoh fenomenal  dalam matematika abad ke-20 Srinivasa Aiyangar Ramanujan, seorang otodidak India yang membuktikan  lebih dari 3000 teorema. Termasuk sifat-sifat angka yang sangat komposit, fungsi partisi dan asymptotics, dan fungsi theta. Dia juga membuat investigasi besar di bidang fungsi gamma, bentuk modular, seri berbeda, seri hipergeometrik dan teori bilangan prima. Perkembangan terakhir adalah pada tahun 2003 konjektur Poincaré diselesaikan oleh Grigori Perelman.

1.2.Keterbatasan Matematika
Pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks.kareana itulah, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Berikut ini  babarapa batasan pendidikan  yang berbeda :

1.          Pendidikan Sebagai Proses Transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah berada dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Nilai-nilai kebudayaan mengalami proses transformasi yang dibagi tiga bentuk transformasi yakni: pertama mengenai nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, dan rasa tanggung jawab. Kedua mengenai yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan, dan ketiga mengenai yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dulu ditabukan diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
Jadi, proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok. Jika sejak dini peserta didik diajarkan serta ditanamkan tentang budaya kejujuran dan rasa tanggung jawab, maka hari esok mereka sudah mempunyai bekal sebagai anak bangsa yang jujur.

2.        Pendidikan Sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi merka yang belum dawasa oleh mereka yang sudah dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang kedua pendidikan diri sendiri. Kedua-duanya bersifat alamiah dan dan menjadi keharusan. Seperti bayi yang baru lahir, dia belum mempunyai kepribadian. Dia baru individu, untuk memiliki kepribadian maka dia perlu bimbingan, latihan, dan pengalaman dalam pergaulan. Bagi mereka yang sudah dewasa, tetap dituntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat seiring dengan meningkatnya tantangan hidup. Dalam posisi manusia sebagai makhluk serba terhubung, pembentukan pribadi meliputi pengembangan penyesuaian diri terhadap lingkungan diri sendiri, dan terhadap Tuhan. Jadi, melalui pendidikan tersebut manusia dapat mempunyai kepribadian yang dapat menyesuaikan diri dan mandiri.
    
3.       Pendidikan Sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
Pendidikan juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik. Baik disini bsifat relative, tergantung kepada tujuan nasional dari masing-masing bangsa, oleh karena masing-masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda-beda. Bagi kita warga Negara yang baik diartikan sebagai pribadi yang tahu hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Hal ini ditetapkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27, menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tak ada kecuainya. Ringkasnya, melalui pendidikan seorang inidvidu dapat menjadi warga Negara yang baik, berlaku adil bagi dirinya dan orang lain, dalam hal ini masalah pemberlakuan hukum tanpa pandang bulu.
    
4.       Pendidikan Sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan disini diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Kebenaran hal tersebut menjadi jelas bila melihat hal yang sebaliknya, yaitu menganggur adalah musuh kehidupan. Karena dengan bekerja seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidup, serta tidak selalu bergantung pada orang lain. Bila seseorang menganggur, hanya akan menjadi beban orang lain bahkan beban Negara.


1.3.Manusia sebagai Wahana Pendidikan
Tujuan pendidikan kita menghendaki agar manusia yang dihasilkan melalui sistem pendidikan kita adalah manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia serta cerdas dan terampil. Semestinya tujuan ini dijabarkan menjadi tujuan yang lebih spesifik dan dipraktikkan dalam pembelajaran. Sayangnya, kadang hal ini hanya merupakan retorika belaka daripada menjadi doktrin yang harus diwujudkan. Sering, tujuan pembelajaran yang spesifik dan praktik pembelajaran lepas dari fungsinya sebagai penunjang terwujudnya tujuan pendidikan yang lebih umum. Sering pula, praktik pembelajaran hanya menyentuh domain kognitif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat material, yakni pengembangan kecerdasan, tetapi kurang memperhatikan domain afektif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat formal, yakni pembentukan akhlak.
Pendidikan berbasis kemuliaan akhlak penting diwujudkan untuk menghadang lajunya proses degradasi moral yang mengancam keutuhan jiwa anak. Pendidikan demikian sering disebut sebagai pendidikan nilai yang merujuk pada internalisasi nilai-nilai moral yang bersifat universal, seperti jujur, bertanggung jawab, konsisten, amanah, setia pada janji, cermat, bijaksana, santun, dan sebagainya. Selama ini, disadari atau tidak, pendidikan nilai hanya dibebankan pada mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Pandangan demikian muncul sebagai akibat dari proses sekularisasi ilmu yang mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Para guru mata pelajaran umum hendaknya menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya pula untuk mengembangkan pendidikan nilai. Kesadaran ini perlu didukung oleh kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam praktik pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus menguasai substansi keilmuan mereka dan memahami nilai-nilai moral serta memahami dalam konteks apa keduanya dikaitkan. Pemahaman dan penggunaan konteks demikian sangat diperlukan agar proses integrasi berjalan alamiah, mengalir, tidak kaku, dan tidak mengada-ada.
Setiap mata pelajaran berpotensi sebagai wahana pendidikan nilai. Misalnya, matematika dengan berbagai karakteristiknya, berpotensi untuk membentuk anak yang berkarakter cermat, kritis, logis, peka, taat azas, sistematis, menghargai keberagaman, dan konsisten dalam bersikap, serta mampu menempatkan diri sebagai makhluk yang beradab. Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran topik pengukuran, sebelum siswa mengenal satuan pengukuran baku, mereka dapat diminta untuk melakukan pengukuran suatu objek dengan menggunakan satuan tak baku. Diharapkan siswa akan menemukan fakta bahwa hasil pengukuran mereka berbeda-beda, meskipun objek yang diukur sama. Hal demikian dapat dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa kriteria atau aturan yang berbeda akan memberikan hasil penilaian yang berbeda pula. Sebagaimana dalam pengukuran yang memerlukan satuan baku, maka dalam kehidupan sehari-hari juga diperlukan seperangkat hukum atau aturan baku yang disepakati untuk menilai sesuatu. Dalam konteks lebih khusus, dapat dipahami bahwa aturan paling baku yang digunakan untuk menilai segala sesuatu adalah hukum Alloh yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasul.
Topik pecahan dapat digunakan untuk membelajarkan nilai kebahagiaan dan kemuliaan. Kita dapat menganalogikan nilai suatu pecahan dengan kebahagiaan atau kemuliaan seseorang dan menganalogikan penyebut pecahan itu dengan kesombongan dan kecenderungan pada nafsu duniawi. Sebagaimana besarnya nilai pecahan yang berbanding terbalik dengan besarnya penyebut pecahan itu, maka kebahagiaan atau kemuliaan seseorang juga berbanding terbalik dengan kesombongan dan kecenderungannya pada nafsu duniawi. Kebahagiaan dan kemuliaan seseorang akan sejajar dengan kerendahdiriannya di hadapan dzat yang Maha Agung, Alloh SWT.
Dalam matematika, kita dapat mendeskripsikan suatu konsep dengan beragam definisi. Misalnya, persegi dapat didefinisikan sebagai segiempat yang berukuran sisi sama dan berukuran sudut sama. Persegi dapat pula didefinisikan sebagai persegipanjang yang berukuran sisi sama. Dapat pula, persegi didefinisikan sebagai belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku. Selain itu, dapat pula persegi didefinisikan sebagai jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku dan berukuran sisi sama. Fakta demikian dapat digunakan sebagai wahana untuk membelajarkan pentingnya menghargai keberagaman. Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyatakan suatu kebenaran.
Demikianlah, matematika mempunyai beragam potensi nilai yang perlu dieksplorasi dan diintegrasikan dalam praktik pembelajaran. Pembelajaran demikian berpotensi menjadi pembelajaran yang lebih kaya, hidup, dan bermakna terlebih jika didukung oleh iklim pembelajaran yang mendukung. Iklim pembelajaran yang mendukung tersebut dapat berujud hubungan dialogis yang harmonis antara guru dan siswa, penggunaan tutur kata yang santun, serta keteladanan perilaku. Pendidikan nilai perlu dilakukan secara konsisten sehingga dapat menjadikan anak sebagai probadi utuh yang tidak hanya cerdas melainkan juga berkepribadian mulia.
BAB II Hakikat Matematika
2.1. Definisi Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan latin matematika yang mulanya diambil dari perkataan yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal kata dari mathema yang berarti pengetahuan dan ilmu atau knowledge, science. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar atau berpikir.
Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir atau bernalar. Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio atau penalaran, bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein dan mathenem yang berarti mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata sansekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi.


2.2. Karakterisrik Matematika
Secara umum karakteristik matematika adalah: (1) memiliki objek kajian yang abstrak, (2) mengacu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) konsisten dalam sistemnya, (5) memiliki simbol yang kosong dari arti, (6) memperhatikan semesta pembicaraan.
1. Memiliki objek kajian yang bersifat abstrak :
Objek matematika adalah objek mental atau pikiran. Oleh karena itu bersifat abstrak. Objek kajian matematika yang dipelajari di sekolah adalah fakta, konsep, operasi (skill), dan prinsip.
Fakta adalah sebarang permufakatan atau kesepakatan atau konvensi dalam matematika. Fakta matematika meliputi istilah (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Contoh: 2 adalah simbol untuk bilangan dua. 2 < 3 adalah gabungan simbol dalam mengungkapkan fakta bahwa ‟dua lebih kecil dari 3‟ atau ‟dua lebih sedikit dari 3‟. Pernyataan bahwa 1 km = 1000 m adalah salah satu kesepakatan dalam matematika. Kesepakatan lain misalnya pada garis bilangan, yaitu sebelah kanan 0 adalah bilangan positif, sebelah kiri 0 adalah bilangan negatif.
Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan suatu objek, sehingga objek itu termasuk contoh konsep atau bukan konsep. Suatu konsep dipelajari melalui definisi. Definisi adalah suatu ungkapan yang membatasi konsep. Melalui definisi orang dapat menggambarkan, atau mengilustrasikan, atau membuat skema, atau membuat simbol dari konsep itu. Contoh: Konsep ‟lingkaran‟ didefinisikan sebagai ‟kumpulan titik-titik pada bidang datar yang berjarak sama terhadap titik tertentu‟.
Selanjutnya disepakati bahwa titik tertentu itu disebut titik pusat lingkaran. Dengan definisi lingkaran itu selanjutnya orang dapat, membuat sketsa lingkaran, menggambar bentuk lingkaran. Beberapa konsep merupakan pengertian dasar yang dapat ditangkap secara alami (tanpa didefinisikan). Contoh: konsep himpunan. Beberapa konsep lain diturunkan dari konsep-konsep yang mendahuluinya, sehingga berjenjang. Konsep yang diturunkan tadi memperoleh elemen dikatakan berjenjang lebih tinggi daripada konsep yang mendahuluinya. Contoh : konsep relasi –fungsi – korespondensi satu-satu.
Operasi adalah aturan pengerjaan (hitung, aljabar, matematika, dll.). untuk tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Operasi yang dipelajari siswa SD adalah operasi hitung. Contoh: Pada 2 + 5 = 7, fakta ‟+‟ adalah operasi tambah untuk memperoleh 7 dari bilangan 2 dan 5 yang diketahui. Elemen yang dihasilkan dari suatu operasi disebut hasil operasi. Pada contoh, 7 adalah hasil operasi. Elemen hasil operasi dan yang dioperasikan dapat mempunyai semesta sama atau berbeda. Pada contoh, bilangan yang dioperasikan dan hasil operasi mempunyai semesta sama yaitu himpunan bilangan bulat. Operasi ‟uner‟ adalah operasi terhadap satu elemen yang diketahui. Contoh: operasi ‟pangkat‟. Operasi ‟biner‟ adalah operasi terhadap dua elemen yang diketahui.
Contoh: operasi ‟penjumlahan‟, ‟perkalian‟. Operasi sering pula disebut skill. Skill adalah keterampilan dalam matematika berupa kemampuan pengerjaan (operasi) dan melakukan prosedur yang harus dikuasai oleh siswa dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Beberapa keterampilan ditentukan oleh seperangkat aturan atau instruksi atau prosedur yang berurutan, yang disebut algoritma, misalnya prosedur menyelesaikan penjumlahan pecahan berbeda penyebut.
Prinsip adalah hubungan antara berberapa objek dasar matematika sehingga terdiri dari beberapa fakta, konsep dan dikaitkan dengan suatu operasi. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema atau dalil, sifat, dll. Contoh: Pernyataan bahwa luas persegi panjang adalah hasil kali dari panjang dan lebarnya merupakan ‟prinsip‟. Pernyataan bahwa persegi panjang mempunyai 4 sudut siku-siku, sepasang-sepasang sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang merupakan sifat persegi panjang yang tergolong ‟prinsip‟.

2. Mengacu pada kesepakatan
Fakta matematika meliputi istilah (nama) dan simbol atau notasi atau lambang. Fakta merupakan kesepakatan atau permufakatan atau konvensi. Kesepakatan itu menjadikan pembahasan matematika mudah dikomunikasikan. Pembahasan matematika bertumpu pada kesepakatan- kesepakatan. Contoh: Lambang bilangan 1, 2, 3, ... adalah salah satu bentuk kesepakatan dalam matematika. Lambang bilangan itu menjadi acuan pada pembahasan matematika yang relevan.

3. Mempunyai pola pikir deduktif
Matematika mempunyai pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif didasarkan pada urutan kronologis dari pengertian pangkal, aksioma (postulat), definisi, sifat-sifat, dalil-dalil (rumus-rumus) dan penerapannya dalam matematika sendiri atau dalam bidang lain dan kehidupan sehari-hari. Pola pikir deduktif adalah pola pikir yang didasarkan pada hal yang bersifat umum dan diterapkan pada hal yang bersifat khusus, atau pola pikir yang didasarkan pada suatu pernyataan yang sebelumnya telah diakui kebenarannya.. Contoh: Bila seorang siswa telah belajar konsep ‟persegi‟ kemudian ia dibawa ke suatu tempat atau situasi (baru) dan ia mengidentifikasi benda-benda di sekitarnya yang berbentuk persegi maka berarti siswa itu telah menerapkan pola pikir deduktif (sederhana).
Pernyataan-pernyataan dalam matematika diperoleh melalui pola pikir deduktif, artinya kebenaran suatu pernyataan dalam matematika harus didasarkan pada pernyataan matematika sebelumnya yang telah diakui kebenarannya. Suatu pernyataan dalam matematika kadangkala diperoleh melalui pola pikir induktif. Agar kebenaran pernyataan yang diperoleh secara induktif itu dapat diterima maka harus dibuktikan terlebih dahulu dengan induksi matematika (dipelajari di SMA dan Perguruan Tinggi).

4. Konsisten dalam sistemnya
Matematika memiliki berbagai macam sistem. Sistem dibentuk dari ‟prinsip-prinsip‟ matematika.

Tiap sistem dapat saling berkaitan namun dapat pula dipandang lepas (tidak berkaitan). Sistem yang dipandang lepas misalnya sistem yang terdapat dalam Aljabar dan sistem yang terdapat dalam Geometri. Di dalam geometri sendiri terdapat sistem-sistem yang lebih kecil atau sempit dan antar sistem saling berkaitan.
Dalam suatu sistem matematika berlaku hukum konsistensi atau ketaatazasan, artinya tidak boleh terjadi kontradiksi di dalamnya. Konsistensi ini mencakup dalam hal makna maupun nilai kebenarannya. Contoh: Bila kita mendefinisikan konsep trapesium sebagai ‟segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar‟ maka kita tidak boleh menyatakan bahwa jajaran genjang termasuk trapesium. Mengapa? Karena jajaran genjang mempunyai dua pasang sisi sejajar.

5. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Matematika memiliki banyak simbol. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk kalimat matematika yang dinamai model matematika. Secara umum simbol dan model matematika sebenarnya kosong dari arti, artinya suatu simbol atau model matematika tidak ada artinya bila tidak dikaitkan dengan konteks tertentu. Contoh: simbol x tidak ada artinya. Bila kemudian kita menyatakan bahwa x adalah bilangan bulat, maka x menjadi bermakna, artinya x mewakili suatu bilangan bulat. Pada model matematika x + y = 40, x dan y tidak berarti, kecuali bila kemudian dinyatakan konteks dari model itu., misalnya: x dan y mewakili panjang suatu sisi bangun datar tertentu atau x dan y mewakili banyaknya barang jenis I dan II yang dijual di suatu toko. Kekosongan arti dari simbol-simbol dan model-model matematika merupakan ‟kekuatan‟matematika, karena dengan hal itu matematika dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan.

6. Memperhatikan semesta pembicaraan
Karena simbol-simbol dan model-model matematika kosong dari arti, dan akan bermakna bila dikaitkan dengan konteks tertentu maka perlu adanya lingkup atau semesta dari konteks yang dibicarakan. Lingkup atau semesta dari konteks yang dibicarakan sering diistilahkan dengan nama
‟semesta pembicaraan‟. Ada-tidaknya dan benar-salahnya penyelesaian permasalahan dalam matematika dikaitkan dengan semesta pembicaraan. Contoh: Bila dijumpai model matematika 4x = 10, kemudian akan dicari nilai x, maka penyelesaiannya tergantung pada semesta pembicaraan. Bila semesta pembicaraannya himpunan bilangan bulat maka tidak ada penyelesaiannya. Mengapa? Karena tidak ada bilangan bulat yang bila dikalikan 4 hasilnya 10. Bila semesta pembicaraannya bilangan rasional maka penyelesaian dari permasalahan adalah x = 10 : 4 = 2,5.
2.3. Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika

Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan.
Pelajaran tentang struktur dimulai dengan bilangan, pertama dan yang sangat umum adalah bilangan natural dan bilangan bulat dan operasi arimetikanya, yang semuanya itu dijabarkan dalam aljabar dasar.
Ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi, kemudian belakangan juga digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memainkan peran sentral dalam teori relativitas umum. Mengerti dan mendeskripsikan perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung adalah suatu yang biasa dalam ilmu pengetahuan alam, dan kalkulus dibangun sebagai alat untuk tujauan tersebut. Konsep utama yang digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel adalah fungsi. Banyak permasalahan yang berujung secara alamiah kepada hubungan antara kuantitas dan laju perubahannya, dan metoda untuk memecahkan masalah ini adalah topik dari persamaan differensial. Untuk merepresentasikan kuantitas yang kontinu digunakanlah bilangan riil, dan studi mendetail dari sifat-sifatnya dan sifat fungsi nilai riil dikenal sebagai analisis riil. Untuk beberapa alasan, amat tepat untuk menyamaratakan bilangan kompleks yang dipelajari dalam analisis kompleks.
Agar menjelaskan dan menyelidiki dasar matematika, bidang teori pasti, logika matematika dan teori model dikembangkan. Bidang-bidang penting dalam matematika terapan ialah statistik, yang menggunakan teori probabilitas sebagai alat dan memberikan deskripsi itu, analisis dan perkiraan fenomena dan digunakan dalam seluruh ilmu.

BAB III Matematika Sekolah
3.1. Definisi Matematika Sekolah
Matematika sekolah merupakan bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah (formal), yaitu SD, SLTP, dan SLTA. Menurut Soedjadi (1995:1) matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau berorentasi pada pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang telah dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa, serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa.

3.2. Tujuan Pendidikan Mateamtika
Adapun tujuan dari matematika adalah:
  1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola piker dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, dan
  2. Mempersipakn siswa meggunakan matematika dan pola piker matematika dalam kehidupan sehari dan dalam mepelajari berbagai ilmu pengetahuan

3.3.Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan symbol sense
Pola Deduktif dan Induktif
Salah satu ciri utama dalam mempelajari matematika adalah menerapkan penalaran deduktif yaitukebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaransebelumnya, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Namundemikian, pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman konsep dapat diawali denganpendekatan induktif melalui pengalaman khusus yang dialami siswa. Dalam pembelajaranmatematika, pola pikir induktif dapat digunakan untuk memahami definisi, pengertian, dan aturanmatematika. Kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan beberapa contoh atau faktayang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dankemudian siswa dengan menggunakan pola pikir induktif diarahkan menyusun suatu generalisasi.Selanjutnya, jika memungkinkan siswa diminta membuktikan generalisasi yang diperoleh tersebutsecara deduktif.
Abstrak – Konkrit
Dengan memahami pelajaran matematika, siswa juga akan lebih mudah mengikuti pelajaran sains lainnya karena dasar dari ilmu sains lain seperti fisika dan kimia menggunakan konsep-konsep matematika. Tak heran jika seorang ahli matematika Carl Friedrich Gauss menyebut matematika sebagai Ratu Sains, Queen of Science.
Membangun pemikiran siswa yang kritis dan logis adalah salah satu peran dari guru matematika. Guru tidak hanya sekedar mengajarkan rumus–rumus abstrak kepada siswa ataupun menyelesaikan soal-soal dengan angka yang rumit, guru harus bisa menghubungkan matematika abstrak yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan nyata para siswa.
Banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk menarik minat siswa dalam belajar matematika. Salah satunya adalah menunjukkan matematika yang abstrak kepada siswa agar bisa dinikmati dan dilihat siswa melalui pengaplikasian teori matematika dalam kehidupan sehari hari.
Mengajarkan matematika yang aplikatif kepada siswa, agar menjadi pelajaran yang mudah dipahami, bukanlah perihal gampang. Selain memerlukan kemauan diri pribadi siswa untuk belajar matematika, dukungan dari orangtua dan guru sangatlah penting. Orangtua dapat memberi dukungan moral maupun materil kepada anaknya sedangkan guru  matematika harus kreatif cara mengajarnya untuk menarik perhatian siswa dalam belajar matematika.
Number Sence dan Simbol sence
Dalam menentukan   materi  matematika  untuk setiap jenjang  sekolah  akan lebih baik jika dipahami  benar materi  matematika  yang dapat  dipandang   sebagai  titik peralihan.  Tentu saja hal tersebut  terkait  erat dengan  tujuan  institusional   yang ditetapkan  untuk dieapai. Namun tidaklah  mudah  terlihat   materi yang dapat  dipandang   sebagai  titik peralihan. Banyak  mahasiswa  dan mahasiswi  pendidikan  tinggi yang tidak menyadari  materi matematika  yang merupakan  titik peralihan  dari "aljabar"  ke "kalkulus"  meskipun  telah terampil  menyelesaikan   soal kalkulus.
Dalam pelajaran  kalkulus  jelas  banyak  dijumpai  bentuk-bentuk   aljabar  seperti  fungsi, polinom  atau suku banyak,  dan sebagainya.   Tetapi  kalkulus  sendiri  berbicara  tentang pendekatan-pendekatan    suatu  nilai yang diawali  dengan  bagian  hitung  differensial.   Ini hanya mungkin  bila ada materi peralihan  yang menjembatani   bagian  matematika  yang satu dengan  bagian  matematika  yang lain, guru dapat  mengatur  pembelajarannya dengan  lebih berhati-hati.                                                                                                                             
Bagaimana  dengan  "Aritmetika"  dan "Aljabar"?   Aritmetika  dan aljabar   yang dimaksud adalah yang  menjadi  inti pelajaran  matematika  di jenjang  pendidikan  dasar,  bukan  dalbm   . arti yang lebih tinggi seperti  "aritmetika  transfinit"  ataupun  "aljabar  abstrak".
            Dalam aritmetika  lebih ditekankan  pada sifat-sifat  bilangan.  Pada aljabar,  meskipun  masih didominasi  oleh penggunaan   bilangan,  sudah  banyak digunakan  simbol-simbol   yang tidak langsung   berupa  bilangan.  Nah, adakah  materi atau obyek  matematika  yang menjadi  titik peralihan  dari aritmetika  ke aljabar?  Obyek matematika  yang dapat dipandang  sebagai
titik peralihan  dari aritmetika  ke aljabar  adalah  "variabel"  atau sering juga disebut "peubah". Variabel  atau  peubah  adalah  suatu simbol atau tanda yang belum menunjukkan  anggota  tertentu  dari suatu himpunan.
Himpunan  yang dimaksud  biasanya  masih hanya  himpunan  bilangan.  Notasi atau penulisan  variabel  itu dapat  beranekaragam.
Pada tahap awal tidak perlu  langsung  menggunakan   huruf, tetapi dapat  berupa tanda, misalnya   atau  atau .... , yang dapat  diucapkan   dengan  kata "berapa"?  Setelah  siswa memahami  kegunaan  tanda-tanda   itu barulah  diubah  menjadi  huruf n, m, x, y, dan sebagainya.  Penggunaan   huruf sebagai  variabel   akan semakin   banyak  dalam  pelajaran aljabar di SMP, yang umumnya  masih terbatas  diartikan  bilangan  yang belum tertentu atau  belum  diketahui.
Jadi, pada jenjang  sekolah  dasar  penekanan  materi pada aritmatika.  Akan tetapi,  karena pengetahuan  tentang  bilangan  tidak selalu dikaitkan  dengan  operasi  atau pengerjaan hitung, digunakan  istilah  "number  sense" atau "pemahaman   bilangan"  atau "kepekaan atas  bilangan".  Dengan  demikian  number  sense meliputi  hitung  menghitung  dan penggunaan  bilangan  yang tidak  perlu dijumlah  ataupun  dikurangi  dan sebagainya.
Penggunaan  bilangan  tanpa  pengerjaan  hitung itu dapat dijumpai  pada pemberian  nomor rumah, nomor telepon,  mementukan   perkiraan  tertentu  dan lain-lain.  Kegiatan  yang melibatkan  penggunaan  bilangan  seperti  itu belum banyak  muncul  di kurikulum  MI.
Kalau di MI penekanan  kepada  "number  sense" maka di MTS atau SMP penekanan kepada  "symbol sense"  karena  simbol-simbol   yang tidak selalu  berarti bilangan  itu banyak digunakan  dalam  matematika  di MTS. Bagian ini merupakan  pendasaran  matematika yang teramat  penting  karena  dengan  aneka  ragamnya  semesta   memungkinkan matematika  digunakan  di berbagai  bidang  kerja atau keilmuan.  Penekanan  semacam  itu diperkirakan   masih akan terpakai  dalam  kurikulum  MI maupun  MTs yang akan berlaku cukup lama.

BAB IV Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika

4.1. Arah pembelajaran dan pengembangan Peserta Didik        
Pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.

4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun penekanannya selalu berbeda. Mata pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif.
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya. Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.

B. Contoh Item Penilaian Hasil Pembelajaran Berdasarkan Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor
Jika dalam suatu pelajaran seorang pengajar menjelaskan tentang sistem fotosintesis pada tumbuhan, maka ada beberapa penilaian yang harus dilakukan.
a. Penilaian Kognitif
Jawablah pertanyaan berikut!
1.      Apakah yang dimaksud dengan fotosintesis?
2.      Kapan fotosintesis dapat dilakukan?
3.      Mengapa tumbuhan harus berfotosintesis?
4.      Dimana tempat tumbuhan berfotosintesis?
5.      Bagaimana proses fotosintesis pada tumbuhan?

b. Penilaian Afekif
No. Nama Mengemukakan Pendapat Kerjasama Disiplin Skor Nilai

c. Penilaian Psikomotor
No. Kelompok Identifikasi Masalah Hasil Pengamatan Jumlah Skor Nilai
Penilaian akhir dilakukan oleh pengajar dengan memperhatikan skor yang dimiliki oleh siswa.

C. Perbedaan Penilaian Hasil Pembelajaran yang Didasarkan Pada Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor
Dalam suatu pembelajaran berhitung, maka dapat dibedakan proses penilaian antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
a.       Ranah kognitif dalam berhitung dapat diartikan sebagai aktivitas kognitif dalam memahami hitungan secara tepat dan kritis. Aktivitas seperti ini sering disebut sebagai kemampuan membaca, atau lebih khusus disebut sebagai kemampuan kognisi.
b.      Ranah afektif berhubungan dengan sikap dan minat/motivasi siswa untuk membaca ; misalnya sikap positif terhadap kegiatan membaca atau sebaliknya, gemar membaca, malas membaca dan lain-lain.
c.       Ranah psikomotor berkaitan dengan aktivitas fisik siswa pada saat melakukan kegiatan berhitung. Aktivitas fisik pada saat berhitung.

D. Mengidentifikasi Komponen Penilaian Proses Pembelajaran
Penilaian dilakukan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
a. Aspek penilaian kognitif terdiri dari:
        Pengetahuan (Knowledge), Kemampuan mengingat (misalnya: nama ibu kota, rumus).
        Pemahaman (Comprehension), Kemampuan memahami (misalnya: menyimpulkan suatu paragraf).
        Aplikasi (Application), Kemampuan Penerapan (Misalnya: menggunakan suatu informasi/ pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah).
        Analisis (Analysis), Kemampuan menganalisis suatu informasi yang luas menjadi bagian-bagian kecil (Misalnya: menganalisis bentuk, jenis atau arti suatu puisi).
        Sintesis (Synthesis), Kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi suatu kesimpulan (misalnya: memformulasikan hasil penelitian di laboratorium).

b. Aspek penilaian afektif terdiri dari:
        Menerima (receiving) termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, respon, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar
        Menanggapi (responding): reaksi yang diberikan: ketepatan reaksi, perasaan kepuasan dll
        Menilai (evaluating): kesadaran menerima norma, sistem nilai dll
        Mengorganisasi (organization): pengembangan norma dan nilai dalam organisasi sistem nilai
        Membentuk watak (Characterization): sistem nilai yang terbentuk mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.

c. Aspek penilaian psikomotor terdiri dari:
        Meniru (perception)
        Menyusun (manipulating)
        Melakukan dengan prosedur (precision)
        Melakukan dengan baik dan tepat (articulation)
        Melakukan tindakan secara alami (naturalization)

E. Kriteria Penilaian Proses Pembelajaran
Kriteria penilaian ditentukan oleh seorang pengajar atas dasar kemampuan peserta didiknya. Penilaian pembelajaran dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung hingga materi yang disampaikan habis. Penilaian hasil belajar didasarkan pada:
a.       Sahih, didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang akan diukur.
b.      Obyektif, menggunakan prosedur dan kriteria penilaian yang jelas.
c.       Adil, tidak dipengaruhi oleh kondisi atau alasan tertentu yang dapat merugikan peserta didik, misalnya: kondisi fisik, agama, suku, budaya, adat, status sosial atau gender.
d.      Terpadu, tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e.       Terbuka, prosedur, kriteria dan dasar pengambilan keputusan yang digunakan dalam penilaian harus diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f.       Menyeluruh dan berkesinambungan, dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan belum, serta mengetahui kesulitan peserta didik.
g.      Sistematis, terencana, bertahap dan mengikuti langkah-langkah baku.
h.      Beracuan kriteria, menilai apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi/ranking seseorang terhadap kelompoknya).
i.        Akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur maupun hasilnya.

BAB V Kiat Guru Matematika
5.1. Melihat Masa Depan
Bagaimana caranya menumbuhkembangkan anak-anak agar mencintai matematika. Tentu permintaan ini tidak berlebihan setelah mereka, khususnya orangtua peserta didik merasakan anaknya tidak lagi mengeluh ataupun takut. Malahan mereka hampir setiap melakukan kegiatan dihubung- hubungkan dengan matematika. Salah satunya tatkala penulis memberikan permainan yang mampu membuat mereka berkutat dan tersenyum gembira dengan pelajaran ini. Yang lebih mengesan lagi laporan dari orang tua, bahwa anak-anak mereka hampir setiap orang yang ada di rumah ataupun yang dikenal dengan pasti akan diramal dengan matematika. Pendek kata, mereka tidak lagi alergi dengan pelajaran yang satu ini.

5.2. Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
Guru merupakan faktor yang sangat dominan menentukan kualitas pendidikan. Guru memegang peran ganda sebagai pengajar dan pendidik. Guru dituntut tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer sejumlah materi pelajaran ke siswa, tetapi sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kretaif dan mandiri. Tugas yang berat tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru profesional dan memiliki kompetensi tinggi.

5.3. Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik
  Dalam penelitian khususnya di bidang pembelajaran di kelas, digunakan beberapa tindakan maupun upaya untuk mencapai target peningkatan mutu pendidikan atau peningkatan prestasi peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran ini beberapa aspek penting yang menjadi pusat perhatian antara lain pendekatan, strategi, metode, teknik dan model pembelajaran. Berikut defenisi dan perbedaan pendekatan, strategi, metode, teknik dan model pembelajaran menurut para ahli.

1). Pendekatan Pembelajaran
a.   Menurut Taufik (2010:12) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang  kita terhadap proses pemebelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya sudatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalanya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.  Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yairtu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
b. Menurut Suyono dan Hariyanto(2011:18), pendekatan pembelajaran merupakan suatu himpunan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran. Suatu pendekatan bersifat aksiomatik dan menggambarkan sifat-sifat dan ciri khas suatu pokok bahasan yang diajarkan. Dalam pengertian pendekatan pembelajaran tergambarkan latar psikologis dan latar pedagogis dari pilihan metode pembelajaran yang akan digunakan dan diterapkan oleh gum bersama siswa.
2). Strategi Pembelajaran
a. Menurut Wina Sanjaya  yang dikutif oleh Taufik (2010:13), bahwa strategi-pembelajaru adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Sirategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
b. Menurut  Abdul Aziz Wahab (2009:83) strategi mengajar dapat dikatakan sebagai keterampilan-keterampilan tertentu yang telah dikuasai guru dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga merupakan pola perilaku mengajar yang bertujuan membanhr siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
c.  Kozna yang dikutif oleh Uno (2008:1) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
3). Metode
a. Menurut Taufik (2010:13),metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pernbelajaran. Terdapat beberapa metode pernbelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembeiajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi, i.1) simulasi; (5) laboratorium; (5) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainva.
b. Menurut  Abdul Aziz Wahab (2009:83) Metode dapat pula diartikan sebagai proses atau prosedur yang hasilnya adalah belajar atau dapat pula merupakan alat melalui makna belajar menjadi aktif. Dan yang Iebih penting lagi adalah jika metode dapat dianggap sebagai suatu proses yang memungkinkan terjadinya belajar, maka metode tentu akan terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud pada metode tertentu dapat pula digunakan pada metode mengajar lainnya
c. Menurut Uno (2008:2) metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapanm tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementatif. Denganperkataan lain, metode yang dipilih oleh masing-masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik ; ang berbeda,
d. Menurut Suyono dan Hariyanto(2011:18), Metode pembelajaran adalah seluuh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran terrnasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan. Metode pembelajaran dapat dianggap sebagai sesuatu prosedur atau proses yang teratur, suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan pembelajaran.
4). Teknik
a. Menurut Taufik (2010:14), teknik pembelaiaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta didiknya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang peserta didiknya tergolong aktif dengan kelas yang peserta didiknya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
b. Gerlach dan Ely yang dikutif oleh Uno (2008:2) teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai
c. Menurut Suyono dan Hariyanto(2011:21), teknik pembelajaran adalah upaya untuk menjamin agar seluruh siswa di dalam kelas diberikan berbagai peluang belajar sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
d. Wina Senjaya (2008) teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik
5). Model Pembelajaran
a.  Menurut Taufik (2010:14), model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
b. Menurut  Abdul Aziz Wahab (2009:52) bahwa model mengajar adalah merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan. Sebuah model seperti juga model mengajar dikembangkan atas beberapa asumsi diantaranya adalah: (1) Mengajar adalah upaya menciptakan lingkungan yang sesuai, dimana terdapat berbagai bagian lingkungan mengajar yang memiliki saling ketergantungan. (2) Terdapat berbagai komponen yang meliputi isi, keterampilan peranan-peranan mengajar, hubungan sosial, benfuk-benturk kegiatan, saranffasilitas pisik dan penggtlnaannya, yang keseluruhannya membentuk sebuah sistem lingkungan yang bagian-bagiannya saling berinteraksi yang mendesak perilaku seluruh partisipan baik guru mauplrn siswa. (3) As,msi ketiga adalah kombinasi yang berbeda antara bagian-bagian tersebut akan menghasilkan bentuk lingkungan yang berbeda dengan hasil yang berbeda pula. (a) Asumsi keempat adalah oleh karena model mengajar menciptakan lingkungan, maka model menyediakan spesifikasi yang masih bersifat kasar untuk lingkungan dalam proses mengajar-belajar di kelas.
c. Menurut Prawiradilaga (2008:33) model dapat diartikan sebagai tampiolan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran.Uraian atau penjelasan menunjukkan bahwa suatu model disain pembelajaran menyajikan bagaimana suatu pembelajaran dibangun atas dasar teori-teori seperti belajar, pembelajaran, psikologi, komunikasi, sistem dan sebagainya yang mengacu pada bagaimana penyelenggaraan proses belajar dengan baik.
d. Metode pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran terrnasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan. Metode pembelajaran dapat dianggap sebagai sesuatu prosedur atau proses yang teratur, suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan pembelajaran.

BAB VI Tantangan Pendidikan Guru

6.1. Matematikawan dan Pendidikan Matematika
Matematikawan adalah seseorang yang bidang studi dan penelitiannya dalam bidang matematika. Istilah ini juga ditujukan kepada orang yang ahli ilmu Matematika.
Sebagian orang percaya bahwa matematika telah dimengerti secara keseluruhan, padahal masih banyak masalah yang belum terpecahkan. Penelitian di berbagai bidang matematika terus berlangsung, dan penemuan baru di matematika dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Banyak jurnal yang memang khusus untuk matematika dan banyak juga mengenai subjek yang mengaplikasikan matematika (misalnya ilmu komputer teoritis dan fisika teoritis).
Pendidikan matematika mungkin sudah tidak asing lagi kita dengar dalam kehidupan kita. Dimana dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan pendidikan matematika selalu dipelajari di sekolah. Tidak hanya itu, pada kehidupan sehari-hari pun secara tidak langsung kita telah mempelajari matematika. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jual beli yang sering kita lakukan entah itu di pasar, toko, supermarket bahkan di Mall-mall. Itu hanyalah salah satu contoh pembelajaran matematika dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya. Mungkin sampai sekarang ada yang masih kurang mengerti apa sih matematika itu? Seberapa pentingnya sih pembelajaran matematika buat kita?

6.2. Pendidikan Guru Matematika

Kompetensi yang menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui pemahaman terhadap perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan kemampuan murid. Kompetensi Kepribadian adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik. Kompetensi Profesional adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam.Kompetensi Sosial adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Lantas, mengapa sampai saat ini masih terkesan bahwa dampak profesionalisme tidak atau masih belum dapat dirasakan oleh seseorang yang menggeluti profesi sebagai guru? Karena guru belum sepenuhnya dapat mengembangkan keempat kompetensi utama yang menjadi keharusan bahkan kebutuhan untuk dimiliki. Hal ini terjadi salah satunya sebagai akibat dari tunjangan yang diterima guru profesional masih belum memadai untuk kebutuhan pengembangan diri. Untuk mengembangkan keempat kompetensi ini bukanlah sebuah pekerjaan ringan dan sederhana. Padahal pengembangan seluruh kompetensi profesional dari seorang guru harus senantiasa dilakukan dalam setiap melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Apa yang harus dilakukan jika kenyataan yang terjadi masih seperti ini? Inilah yang menjadi persoalan. Aku sendiri sebagai seorang guru hanya dapat berandai-andai tentang apa yang dapat kulakukan sehingga aku layak disebut sebagai guru profesional atau tepatnya sebagai guru matematika profesional. Kenyataan yang terjadi di lapangan ketika aku melaksanakan pembelajaran sering kali jauh dari profesional. Semakin banyak yang aku tahu tentang apa yang harus aku lakukan ketika melaksanakan proses pembelajaran terkait profesionalisme, semakin bertambah sering pula aku melakukan hal-hal yang sebetulnya tak profesional dalam proses pembelajaran.

BAB VII Tantangan Pendidikan Guru Matematika di Maluku
7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku
Menjadi guru di bagian timur Indonesia khususnya daerah Maluku bukanlah hal yang biasa-biasa, karena banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kemajuan teknologi. Pembelajaran dengan papan tulis atau whiteboard selalu menjadi hal yang dianggap wajar.
Pemahaman siswa terhadap konsep matematika tidak mudah diperoleh tanpa media yang memadai dan kreativitas guru sebagai tenaga pengajarnya. Tersedianya media belajar yang memadai di sekolah tidak akan berarti apa-apa jika guru sebagai fasilitator tidak mampu berpikir kreatif dalam memanfaatkan media untuk menyampaikan konsep-konsep dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika diperlukan contoh-contoh nyata yang mudah dipahami agar siswa dapat menemukan konsep-konsep yang abstrak dalam pelajaran matematika. Namun tidak mudah mencari contoh-contoh nyata agar siswa mudah untuk menemukan dan memahami konsep-konsep matematika yang sulit.
Dengan adanya aplikasi-aplikasi pendukung dalam pembelajaran matematika tentunya diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang efisien dan menyenangkan. Namun kemudian dengan adanya aplikasi-aplikasi tidak akan berarti apa-apa jika guru sebagai fasilitator tidak dapat menggunakannya. Guru harus belajar agar dapat menggunakan aplikasi-aplikasi ini dengan baik sehingga dapat membantu peserta didiknya lebih mudah dalam memahami konsep-konsep pelajaran matematika.

7.2. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik
Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru ataupun luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki "kepribadian".
Sebagai contoh yang masih hangat adalah diintroduksirnya pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dalam proses belajar mengajar. Keyakinan para pengambil kebijaksanaan atas kehebatan CBSA telah mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan guru untuk menggunakan pendekatan tersebut dalam proses belajar mengajar. Barangkali keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil penelitian. Namun sayangnya penetitian-penelitian yang menyangkut proses belajar mengajar di kelas selama ini lebih banyak bersifat informatif sehingga jauh dari memadai dikarenakan penelitian tersebut melihat pengajaran pandangan "luar guru".
Pengambil kebijaksanaan di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana yang sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid yang besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi seorang guru, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendekatan pengajaran bisa lain, paling tidak untuk sementara waktu.
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi. Pertama para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.
Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
Masih terlalu banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas yang sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan. Misalnya, langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang malas atau mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana mendorong peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya. Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan penelitian.